Jember, Rilisfakta.com – Setelah viral berita tentang postingan Ken Are Rock yang pemilik akun tersebut ternyata bernama Agus warga gambirono di media Rilis fakta. Banyak komentar netizen yang isinya bahwa pungli sejenis itu tidak hanya terjadi di Gambirono.
Seperti komentar dari akun Nazril zain yang mengungkapkan bahwa di wilayah Curah kalong juga terjadi seperti yang tertulis pada komentarnya.
“Up Pungli terjadi di daerah Curah kalong 200 rb, lalu 50 rb dan seterusnya usut sampai tuntas,” ungkapnya.
Bahkan seorang netizen yang tidak mau disebutkan namanya berkata pada awak media bahwa di wilayah Curah kalong besaran pungli tersebut sampai jutaan rupiah. Bahkan yang dijanjikan merupakan tanah Hutan untuk disertifikat sebagai hak milik.
“Yang lebih parah itu yg terjadi di sanggrahan atau kawasan Utara penarikannya itu bervariasi ada yg sampai 3juta yg konon katanya akan mendapat tanah kebun dan bahkan tiap minggunya ada yang narik katanya tabungan tapi tidak boleh di minta,” ucapnya dalam chat pribadi.
Padahal menurut Rofik pengurus DPC Nasdem Bangsalsari mengatakan Program Perhutanan sosial yang digaungkan oleh dinas kehutanan jawa timur di Tugusari pada Hari minggu, (13/03/2022) lalu, termasuk dasar sebagai penangkal maraknya kegiatan pungli oleh oknum yang menjanjikan Tanah hutan, ataupun tanah kebun untuk di sertifikat atau dijual belikan dan menjadi hak milik masyarakat.
Sebab sistem pengelolaan hutan bersama rakyat atau Perhutanan sosial diatur dalam (PP. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan. Dan penyelenggaranya pun harus diketahui oleh Desa.
“Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan Hutan lestari yang dilaksanakan dalam Kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan,” (PP. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan Ps.1).
Serta melangsir dari penjelasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diterbitkan oleh kominfo, rabu, 6 september 2017.
“Membangun Indonesia dari pinggiran, didefinisikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), salah satunya melalui program Perhutanan Sosial, sebuah program nasional yang bertujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar, yaitu: lahan, kesempatan usaha dan sumberdaya manusia,”
“Perhutanan Sosial juga menjadi benda legal untuk masyarakat disekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan negara seluas 12,7 juta hektar,”
“Akses legal pengelolaan kawasan hutan ini, dibuat dalam lima skema pengelolaan, yaitu Skema Hutan Desa (HD) hutan negara yang hak pengelolaannya diberikan kepada lembaga desa untuk kesejahteraan desa. Hutan Kemasyarakatan (HKM), yaitu hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat,”
“Hutan Tanaman Rakyat (HTR/IPHPS), adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Hutan Adat (HA), dimana hutan ini adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hutan adat,”
“Skema terakhir adalah Kemitraan Kehutanan, dimana adanya kerjasama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang Izin Usaha Pemanfaatan hutan, jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan,”
“Pelaku Perhutanan Sosial adalah kesatuan masyarakat secara sosial yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia, yang tinggal di kawasan hutan, atau di dalam kawasan hutan negara, yang keabsahannya dibuktikan lewat Kartu Tanda Penduduk, dan memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan dan tergantung pada hutan, dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan,”
“Perhutanan Sosial mulai di dengungkan sejak tahun 1999, keadaan Indonesia yang masih gamang pasca reformasi, menjadikan agenda besar ini kurang diperhatikan. Pada tahun 2007 program Perhutanan Sosial ini mulai dilaksanakan, namun selama lebih kurang tujuh tahun hingga tahun 2014, program ini berjalan tersendat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat selama periode 2007-2014, hutan yang terjangkau akses kelola masyarakat hanya seluas 449.104,23 Ha. Untuk itu setelah periode tersebut dilakukan percepatan-percepatan, dan selama kurang lebih tiga tahun masa Kabinet Kerja, telah tercatat seluas 604.373,26 Ha kawasan hutan, legal membuka akses untuk dikelola oleh masyarakat,”
“Dalam pelaksanaannya hingga saat ini, sejumlah 239.341 Kepala Keluarga (KK), telah memiliki akses legal untuk mengelola kawasan hutan nusantara, dan sejauh ini sosialisasi dan fasilitasi juga telah dilakukan kepada 2.460 kelompok, dimana fasilitasi yang diberikan adalah dalam bidang Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki target untuk membentuk dan memfasilitasi lebih kurang 5000 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial di Indonesia hingga tahun 2019,”
“Niatan menyejahterakan masyarakat Indonesia ini, bukan tidak memiliiki tantangan. Jauhnya masyarakat dari akses infrastruktur menjadi salah satu kendala terlaksananya verifikasi kelompok masyarakat, dan sering kali menjadi hal yang membuat terlambatnya sosialisasi program ini. Dalam pendampingan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerjasama dengan multi pihak, termasuk LSM, dan program ini tentu saja membutuhkan banyak pendamping yang turun ke lapangan, yang memberikan pengetahuan dan pengidentifikasian potensi kawasan hutan, pengembangan usaha, serta pemasaran hasil usaha masyarakat, yang sering kita sebut sebagai akses ekonomi,hingga penguatan legal, sehingga masyarakat mampu mengadvokasi dirinya sendiri,”
“Akses legal mengelola kawasan hutan ini, diharapkan menjadi jembatan yang mampu memberikan bentuk nyata dari kehadiran negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia, dan memberi kesejahteraan bagi masyarkat daerah terdepan Indonesia. Perhutanan Sosial, ini saatnya hutan untuk rakyat. Ini juga menggambarkan implementasi dari Nawacita ke enam, yang bertujuan meningkatkan produktivitas masyarakat serta daya saing di tingkat internasional, sehingga bisa bersaing dengan negara-negara ditingkat ASEAN lainnya. Mewujudkan masyarakat yang mandiri secara ekonomi melalui sektor-sektor ekonomi strategis domestik, juga menjadi landasan dari program Perhutanan Sosial ini dilaksanakan,” Bunyi penjelasan Kementrian lingkungan hidup dan kehutanan.
Penulis : Haris
Kabiro : Catur Teguh Wiyono
![]()

